![]() |
Pict by Roland Hechanova di Unsplash.com |
Jadi apa yang akan kau tulis saat kau duduk di depan laptop
dan kau lupa semua ide yang sudah kau sebut-sebut sejak tadi?
Padahal sebelum membuka laptop untuk menulis satu per satu
ide bermunculan, mulai dari bagaimana sistem Pendidikan akibat pandemic, gaji
guru kenapa terlalu rendah, kenapa banyak hoax tentang vaksin? Dan masih banyak lagi.
Saya mulai menuliskan saja apa yang terlintas di otakku ini.
Belakangan ini sedang banyak yang melantungkan kata penuh
makna, yang menurutku sangat gampang untuk disebutkan tapi sangat sulit untuk
dijalani. Herjunot Ali pada sebuah wawancara di salah satu kanal youtube
menyebut bahwa kita tidak boleh menggantungkan kebahagiaan kepada orang lain,
yang ada adalah kita harus bahagia pada diri sendiri lalu bertemu dengan
seseorang yang juga sudah bahagia di hidupnya lalu kita bertemu di tengah. Kepingan
video wawancaranya pun bertebaran di twitter, Instagram dan mungkin tiktok.
Beberapa wawancaranya di tempat yang berbeda juga
menyebutkan demikian, lalu beberapa orang teman di Instagram menuliskan hal
yang sama. It’s okay sih, tapi berada pada level itu tidak selalu dimiliki oleh
pada semua orang.
Kebahagiaan setiap orang berbeda, mungkin untuk persoalan
pasangan kita bisa berkompromi tapi pada masalah yang lain kita tidak bisa
berada pada level bahagia terus menerus. Kita juga tidak bisa membatasi level
bahagia.
Saya hanya cukup khawatir pada diri sendiri, ada hal yang
menjadi candu selain narkoba yaitu social media. Saya hanya takut jika menjadi konsumen
sampai tua. Jiwa keingintahuan terhadap hal terupdate sepertinya perlu
dikurangi, tidak semua hal perlu untuk diketahui.
Kaum minimalis saja seperti Steave jobs hanya menggunakan
kaus hitam dan jelana jeansnya, ini meminimalisir kerja otak untuk berpikir baju
apa saja yang harus digunakan, lalu bisa berfokus pada hal produktif lainnya. Lantas
bagaimana dengan pengaruh instastory, fleet dan status WA yang memberi beban otak.
Kalaupun ada yang menyadari perbedaan icon instastory di Instagram dibuat lebih
besar dari sebelumnya. Tujuannya apa? Entahlah saya tidak begitu paham dengan
algoritma.
Ada banyak hal tentang keresahanku tapi yang terlitas selalu
saja terlupakan saat duduk, ingin mengetik. Sebagian besar hal yang selalu
diingat adalah hal yang tidak begitu penting. Ini normal kok jadi tenanglah,
kita cenderung membesar-besarkan hal yang tidak begitu penting, di social media
misalnya akan selalu cepat viral hal-hal yang tidak benar dibandingkan hal-hal
baik. Saya tidak sedang memberikan justifikasi yang mana benar dan salah saja yah,
saya masih tidak bisa membedakan benar dan salah sampai sekarang kok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
give me your response