![]() |
Photo by Kate Trifo on Unsplash |
Pandemi COVID-19 memberikan jeda pada hampir semua aspek
kehidupan. Awal tahun 2020 kemarin kita tiba-tiba dipaksa berhenti melakukan
aktivitas di luar dan dipaksa juga untuk berada di rumah, sampai tagline
#dirumahaja memenuhi timeline sosial mediaku pada saat itu. Ada banyak hal sebelum
covid-19 rasanya tidak masuk akal tapi menjadi masuk akal setelah covid-19 ini ada. Ada beberapa hal
yang harus dikorbankan dan direlakan. Menurutku, covid-19 ini benar memberikan
jeda untuk peduli dengan alam, peduli dengan teman, keluarga dan yang paling
penting adalah peduli dengan diri sendiri.
“Sesuatu hal dalam hidup akan datang pada waktu yang tepat”
ini adalah kalimat motivasiku saat itu, karena awal 2020 saya sedang menyusun
penelitian untuk tugas akhir. Kampus juga ikut mematuhi peraturan pemerintah
dengan tidak adanya aktivitas di kampus kecuali kegiatan administrasi, itupun
hanya terbatas, sehingga segala bentuk konsultasi dengan pembimbingku juga terhenti,
padahal sudah semester akhir. Tapi, mau gimana lagi ini pandemic, bukan saya yang merasakan semua orang juga mersakan
hal yang sama tapi beda perspektif dan kondisi saja.
Selain tesis yang tertunda, kegiatan rutinku juga tertunda seperti
kegiatan komunitas, sebelum covid-19 ada kegiatan rutinku setiap pekan untuk
datang carakde (sebuah sekolah alternative untuk anak-anak di jalan adiyaksa
baru Lorong 3 oleh komunitas SIGi Makassar).
Bagiku Carakde adalah tempatku mengisi energi setiap pekannya. Saya
tidak bisa mendeskripsikan seperti apa, I feel better aja kalau selesai kelas
Carakde. Selain carakde masih banyak kegiatan-kegiatan produktif lainnya yang
biasanya diadakan hampir setiap pekan.
Terisolasi di
rumah untuk beberapa waktu memberi ruang pada diri sendiri untuk bertanya apa
yang bisa kulakukan, apa yang saya inginkan dan apa yang harus kuubah pada
hidupku kemarin. Sehingga banyak hal yang sudah sejak lama ingin kulakukan bisa
terwujud saat terisolasi di rumah seperti membaca buku lalu mereviewnya di
blog, memasak, dan menggambar.
Setiap tahun
saya selalu memiliki resolusi untuk membaca 24 buku dalam setahun dengan estimasi
2 buku perbulan, tapi sebelum 2020 resolusi itu tidak pernah terwujud. Selama 3-4 bulan di rumah saja, saya bisa
membaca buku sekitar 12 buku lalu menulis review di blog. Ini adalah rekor
terbaik selama saya hidup. Kalau penasaran dengan buku yang sudah kuselesaikan beberapa
ringkasanya dapat dilihat di akun Instagram @bincang.idn.
Selain
membaca buku, saya juga lebih sering memasak selama di rumah, beberapa kanal
youtube yang membuat saya termotivasi untuk memasaka seperti “abu-abu tosca”. Beberapa
menu berhasil dan ada juga yang gagal, misalnya saja pancake keju yang kucoba
dengan sangat bersemangat tapi hasilnya mengecewakan. Pancake ku memiliki 3
jenis tingkat kematangan, alasnya gosong, tengahnya matang dan atasnya mentah.
Tapi, ada beberapa juga yang berhasil kok seperti, puding, donat, panda, dan
beberapa menu lain yang bisa mengenyangkan perut.
Selanjutnya, Hal
baru yang lain yang kulakukan adalah menggambar, bukan menggambar di kertas
tapi di Handphone. Saya belajar digitalart, sedikit demi sedikit menggunakan aplikasi
android seperti medibag dan autodesck sketchbook. Menggambar di handphone lebih
meyenangkan dibandingkan di kertas karena terdapat “undo dan re-undo”. Kalau penasaran
dengan beberapa gambar yang telah kubuat dapat diintip di instgram @coret.tin.
Selain hobi dan rutinitas berubah, Pandemi Covid-19 juga
mempengaruhi saya secara mental. Awal pandemic saya bahkan merasakan trauma
yang cukup tinggi ketika membuka sosial media dan menemukan angka penderita
yang semakin membengkak, hingga kuputuskan untuk tidak lagi melihat informasi
terkini. Lalu perlahan di 2021 ini saya melirik kembali kurva itu dan sudah
merasakan lebih menerima.
![]() |
Photo by google.com |
Sudah hampir setahun Covid-19 hadir, kita sudah memasuki
kehidupan baru dan memulai kebiasaan baru. Awalnya surat edaran pemerintah
menganjurkan hanya 2 minggu dulu, lalu bertambah 1 bulan, 2 bulan dan bertambah
lagi hingga tiba-tiba saja 2021. Bukan covid-19 yang hilang tapi kita yang
menyesuaikan, menerima dan hidup berdampingan. Kehidupan normal baru sepertinya
akan berlanjut sampai nanti untuk menggunakan masker, pengecekan suhu tubuh
setiap berkunjung pada tempat perbelanjaan atau tempat-tempat umum dan hand sanitaiser selepas memegang
sesuatu.
Selain kejutan-kejutan di masa Pandemi Covid-19, kontroversi
tentang ada tidaknya covid hingga vaksinisasi masih sering terdengar. Contohnya
saja dipertengahan tahun 2020 beredar video yang cukup kontroversi oleh
beberapa ahli yang mengatasnamakan diri mereka Aliansi Dokter Dunia. Isi videonya
membantah covid-19 dengan beberapa alasan. Cukup membuat heboh dan dampaknya mempengaruhi
perspektif banyak orang. Tidak sedikit orang melontarkan hal yang sama dengan
apa yang disampaikan di video tersebut. Sangat disayangkan memang, karena video
tersebut dapat diakses semua orang sejagat raya. Beberapa orang diantarnya bisa
memilah ketidakjelasan isi video, tapi masih lebih banyak orang yang menelan
mentah-mentah isi video tersebut lalu menjadikannya alasan untuk berpendapat
dan bertindak.
Selain berbagai teori konspirasi yang bertebaran di sosial
media, di lingkungan sekitar juga masih sangat sering terdengar “tidak usahmi
ke rumah sakit kalau sakit karena biar bukan corona, nakiraki juga corona” lalu
akhir-akhir ini sering juga terdengar “jangan mau divaksin, karena najadikan ki
kelinci percobaan, mauji menjual vaksin itu pemerintah” dan masih banyak lagi
kalimat sumbang yang lain. Kalimat-kalimat sumbang itu entah lahir dari mana,
tapi Sebagian besar dari mereka mengungkapkannya karena ketidakoptimalan yang
dirasakan ketika ke rumah sakit.
Vaksinasi di Indonesia masih cukup rendah jika dibandingkan
dengan negara-negara lain berdasarkan website Our World in Data
![]() |
Photo by Our World in Data |
Teori konspirasi vakasin ini menjadi salah satu alasan
ketidakmauan beberapa masyarakat untuk divaksin. Pada dasarnya vaksin adalah
solusi untuk menekan jumlah terdampak covid kok, hanya saja sosialisasi tentang
vaksin belum tersampaikan dengan benar. Kalau dilihat dari pengertian vaksin
itu sendiri sebenarnya adalah
bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap
suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh
organisme alami atau liar. Proses pembuatan vaksin menggunakan prinsip rekayasa
genetik. Vaksin berasal dari mikroorganisme yang telah dilemahkan atau
dimatikan, jadi vaksin Sinovac ini juga sama dengan vaksin-vaksin yang sudah
kita peroleh di sekolah dasar.
2020 adalah tahun cantik kalau ditulis di atas kerta tapi
2020 juga sekaligus tahun yang penuh drama dengan pemeran utama adalah COVID-19.
Ada ribuan juta manusia yang melakukan sesuatu hal untuk pertama kalinya di
tahun ini. Ada yang harus kehilangan keluarganya sekaligus karena terjangkit
virus corona. Ada Nakes juga yang harus berjuang lebih dari biasanya, karena
selain merawat pasien mereka juga harus menjaga diri agar tetap sehat dan kuat
memakai APD selama berjam-jam. Ada pemerintah yang harus menentukan kebijakan
secara cepat. Ada pengusaha yang harus gulung tikar. Ada guru yang harus cepat
beradaptasi dengan teknologi. Dan masih banyak lagi profesi lain yang mengambil
peran warior pada bidangnya masing-masing.
Manusia itu canggih kok, mereka bisa beradaptasi dengan cepat, jadi semoga semuanya segera membaik, kita bisa hidup berdampingan dengan COVID-19 sama halnya dengan virus-virus lain. Stay safe penduduk bumi. Tetap jaga protokol kesehatan dengan menerapkan 3M (mencucui tangan, menjaga jarak dan memakai masker)
Tulisan ini diikutkan dalam #TantanganblogAM2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
give me your response