Minggu, 21 Februari 2021

Terjeda di Pandemi COVID-19

 

Photo by Kate Trifo on Unsplash


Pandemi COVID-19 memberikan jeda pada hampir semua aspek kehidupan. Awal tahun 2020 kemarin kita tiba-tiba dipaksa berhenti melakukan aktivitas di luar dan dipaksa juga untuk berada di rumah, sampai tagline #dirumahaja memenuhi timeline sosial mediaku pada saat itu. Ada banyak hal sebelum covid-19 rasanya tidak masuk akal tapi menjadi masuk akal setelah covid-19 ini ada. Ada beberapa hal yang harus dikorbankan dan direlakan. Menurutku, covid-19 ini benar memberikan jeda untuk peduli dengan alam, peduli dengan teman, keluarga dan yang paling penting adalah peduli dengan diri sendiri.


“Sesuatu hal dalam hidup akan datang pada waktu yang tepat” ini adalah kalimat motivasiku saat itu, karena awal 2020 saya sedang menyusun penelitian untuk tugas akhir. Kampus juga ikut mematuhi peraturan pemerintah dengan tidak adanya aktivitas di kampus kecuali kegiatan administrasi, itupun hanya terbatas, sehingga segala bentuk konsultasi dengan pembimbingku juga terhenti, padahal sudah semester akhir. Tapi, mau gimana lagi ini pandemic, bukan  saya yang merasakan semua orang juga mersakan hal yang sama tapi beda perspektif dan kondisi saja.


Selain tesis yang tertunda, kegiatan rutinku juga tertunda seperti kegiatan komunitas, sebelum covid-19 ada kegiatan rutinku setiap pekan untuk datang carakde (sebuah sekolah alternative untuk anak-anak di jalan adiyaksa baru Lorong 3 oleh komunitas SIGi Makassar).  Bagiku Carakde adalah tempatku mengisi energi setiap pekannya. Saya tidak bisa mendeskripsikan seperti apa, I feel better aja kalau selesai kelas Carakde. Selain carakde masih banyak kegiatan-kegiatan produktif lainnya yang biasanya diadakan hampir setiap pekan.


Terisolasi di rumah untuk beberapa waktu memberi ruang pada diri sendiri untuk bertanya apa yang bisa kulakukan, apa yang saya inginkan dan apa yang harus kuubah pada hidupku kemarin. Sehingga banyak hal yang sudah sejak lama ingin kulakukan bisa terwujud saat terisolasi di rumah seperti membaca buku lalu mereviewnya di blog, memasak, dan menggambar.


Setiap tahun saya selalu memiliki resolusi untuk membaca 24 buku dalam setahun dengan estimasi 2 buku perbulan, tapi sebelum 2020 resolusi itu tidak pernah terwujud.  Selama 3-4 bulan di rumah saja, saya bisa membaca buku sekitar 12 buku lalu menulis review di blog. Ini adalah rekor terbaik selama saya hidup. Kalau penasaran dengan buku yang sudah kuselesaikan beberapa ringkasanya dapat dilihat di akun Instagram @bincang.idn.


Selain membaca buku, saya juga lebih sering memasak selama di rumah, beberapa kanal youtube yang membuat saya termotivasi untuk memasaka seperti “abu-abu tosca”. Beberapa menu berhasil dan ada juga yang gagal, misalnya saja pancake keju yang kucoba dengan sangat bersemangat tapi hasilnya mengecewakan. Pancake ku memiliki 3 jenis tingkat kematangan, alasnya gosong, tengahnya matang dan atasnya mentah. Tapi, ada beberapa juga yang berhasil kok seperti, puding, donat, panda, dan beberapa menu lain yang bisa mengenyangkan perut.


Selanjutnya, Hal baru yang lain yang kulakukan adalah menggambar, bukan menggambar di kertas tapi di Handphone. Saya belajar digitalart, sedikit demi sedikit menggunakan aplikasi android seperti medibag dan autodesck sketchbook. Menggambar di handphone lebih meyenangkan dibandingkan di kertas karena terdapat “undo dan re-undo”. Kalau penasaran dengan beberapa gambar yang telah kubuat dapat diintip di instgram @coret.tin.


Selain hobi dan rutinitas berubah, Pandemi Covid-19 juga mempengaruhi saya secara mental. Awal pandemic saya bahkan merasakan trauma yang cukup tinggi ketika membuka sosial media dan menemukan angka penderita yang semakin membengkak, hingga kuputuskan untuk tidak lagi melihat informasi terkini. Lalu perlahan di 2021 ini saya melirik kembali kurva itu dan sudah merasakan lebih menerima.


Photo by google.com


Sudah hampir setahun Covid-19 hadir, kita sudah memasuki kehidupan baru dan memulai kebiasaan baru. Awalnya surat edaran pemerintah menganjurkan hanya 2 minggu dulu, lalu bertambah 1 bulan, 2 bulan dan bertambah lagi hingga tiba-tiba saja 2021. Bukan covid-19 yang hilang tapi kita yang menyesuaikan, menerima dan hidup berdampingan. Kehidupan normal baru sepertinya akan berlanjut sampai nanti untuk menggunakan masker, pengecekan suhu tubuh setiap berkunjung pada tempat perbelanjaan atau tempat-tempat umum  dan hand sanitaiser selepas memegang sesuatu. 


Selain kejutan-kejutan di masa Pandemi Covid-19, kontroversi tentang ada tidaknya covid hingga vaksinisasi masih sering terdengar. Contohnya saja dipertengahan tahun 2020 beredar video yang cukup kontroversi oleh beberapa ahli yang mengatasnamakan diri mereka Aliansi Dokter Dunia. Isi videonya membantah covid-19 dengan beberapa alasan. Cukup membuat heboh dan dampaknya mempengaruhi perspektif banyak orang. Tidak sedikit orang melontarkan hal yang sama dengan apa yang disampaikan di video tersebut. Sangat disayangkan memang, karena video tersebut dapat diakses semua orang sejagat raya. Beberapa orang diantarnya bisa memilah ketidakjelasan isi video, tapi masih lebih banyak orang yang menelan mentah-mentah isi video tersebut lalu menjadikannya alasan untuk berpendapat dan bertindak.


Selain berbagai teori konspirasi yang bertebaran di sosial media, di lingkungan sekitar juga masih sangat sering terdengar “tidak usahmi ke rumah sakit kalau sakit karena biar bukan corona, nakiraki juga corona” lalu akhir-akhir ini sering juga terdengar “jangan mau divaksin, karena najadikan ki kelinci percobaan, mauji menjual vaksin itu pemerintah” dan masih banyak lagi kalimat sumbang yang lain. Kalimat-kalimat sumbang itu entah lahir dari mana, tapi Sebagian besar dari mereka mengungkapkannya karena ketidakoptimalan yang dirasakan ketika ke rumah sakit.


Vaksinasi di Indonesia masih cukup rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain berdasarkan website Our World in Data

Photo by Our World in Data


Teori konspirasi vakasin ini menjadi salah satu alasan ketidakmauan beberapa masyarakat untuk divaksin. Pada dasarnya vaksin adalah solusi untuk menekan jumlah terdampak covid kok, hanya saja sosialisasi tentang vaksin belum tersampaikan dengan benar. Kalau dilihat dari pengertian vaksin itu sendiri sebenarnya  adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau liar. Proses pembuatan vaksin menggunakan prinsip rekayasa genetik. Vaksin berasal dari mikroorganisme yang telah dilemahkan atau dimatikan, jadi vaksin Sinovac ini juga sama dengan vaksin-vaksin yang sudah kita peroleh di sekolah dasar.


2020 adalah tahun cantik kalau ditulis di atas kerta tapi 2020 juga sekaligus tahun yang penuh drama dengan pemeran utama adalah COVID-19. Ada ribuan juta manusia yang melakukan sesuatu hal untuk pertama kalinya di tahun ini. Ada yang harus kehilangan keluarganya sekaligus karena terjangkit virus corona. Ada Nakes juga yang harus berjuang lebih dari biasanya, karena selain merawat pasien mereka juga harus menjaga diri agar tetap sehat dan kuat memakai APD selama berjam-jam. Ada pemerintah yang harus menentukan kebijakan secara cepat. Ada pengusaha yang harus gulung tikar. Ada guru yang harus cepat beradaptasi dengan teknologi. Dan masih banyak lagi profesi lain yang mengambil peran warior pada bidangnya masing-masing.


Manusia itu canggih kok, mereka bisa beradaptasi dengan cepat, jadi semoga semuanya segera membaik, kita bisa hidup berdampingan dengan COVID-19 sama halnya dengan virus-virus lain. Stay safe penduduk bumi. Tetap jaga protokol kesehatan dengan menerapkan 3M (mencucui tangan, menjaga jarak dan memakai masker) 

Tulisan ini diikutkan dalam #TantanganblogAM2021

Februari 21, 2021 / by / 0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

give me your response